Main Article Content

Mengajukan syarat dalam akad nikah diperbolehkan oleh syariat. Hal tersebut berdasarkan ijmak (kesepakatan para ulama) yang ditopang dengan dalil-dalil al-Qur’an dan. Namun dalam pengklasifikasian syarat mana yang sah dan mana yang batal terdapat perbedaan antara Madzhab. Secara umum perbedaan tersebut dapat dipetakan antara Madzhab Hanbali dan tiga Madzhab lainnya, Syâfi‛i, Hanafi dan Mâliki. Artikel ini bertujuan untuk memaparkan pengklasifikasian syarat tersebut antara Madzhab Hanbali dan Syâfi‛i, kemudian menjelaskan faktor timbulnya perbedaan di antara keduanya.


Penelitian menggunakan metode penelitian pustaka dengan tipe penelitian deskriptif analisis dan komparatif, menganalisa sumber-sumber data, dan menerangkan definisi syarat, macam-macam syarat secara umum menurut usuliyyin, pembagian syarat yang ada dalam akad nikah menurut Madzhab Hanbali dan Madzhab Shafi‛i beserta dalil-dalil dan asas masing-masing Madzhab, kemudian membandingkan perbedaan tersebut.


Hasil penelitian menunjukkan bahwa syarat yang sah menurut Madzhab Syâfi‛i adalah syarat yang tidak merusak tujuan pernikahan, dan syarat tersebut tidak bertentangan dengan hak yang menjadi konsekuensi dari akad nikah. Sedangkan menurut Madzhab Hanbali syarat yang sah adalah syarat yang tidak merusak tujuan pernikahan dan syarat tersebut harus berupa syarat yang memberikan manfaat dan maslahat untuk salah satu pihak. Titik permasalahannya adalah pada setiap syarat yang tidak termasuk ketentuan-ketentuan yang dihasilkan oleh sahnya akad nikah yang kemudian menjadi hak suami-istri, namun syarat tersebut tidak bertentangan dengan hukum-hukum yang ada dalam pernikahan, dan di dalam syarat-syarat tersebut terdapat manfaat bagi salah satu dari mereka berdua.

Keywords: syarat yang diajukan dalam pernikahan Madzhab Hanbali Madzhab Syâfi‛i